7 PERBEDAAN BANK KONVENSIONAL DENGAN BANK SYARIAH
Defenisi dan Landasan Undang-undang
Bank di
Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional.
Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak”.
Perbankan
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi
ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional,
kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan memiliki
kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran,
pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan,
sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
· Definisi
Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Ø Bank
Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional
dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank
Perkreditan Rakyat.
Ø Bank
Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip
Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluar-kan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
· Undang – Undang
Undang-undang Perbankan
Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, membedakan bank
berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1,
memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip
jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Perkembangan
perbankan syariah di Indonesia cukup pesat, hal ini terlihat dari data yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Pada Desember 2003 terdapat 3 Bank
Umum Syariah (BUS) dan 8 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total asset lebih dari
7,8 triliun rupiah. Kemudian pada Desember 2008 Unit
Usaha Syariah bertambah menjadi 26 UUS, dan awal januari 2009
bertambah menjadi 5 BUS, dimana dua bank melakukan spin off yaitu
Bank BRI syariah dan Bank Bukopin Syariah.
7 PERBEDAAN BANK KONVENSIONAL DENGAN BANK SYARIAH
Perbedaan
pokok antara sistem bank Konvensional dengan sistem bank Islam secara ringkas
dapat dilihat dari 7 (tujuh) aspek seperti terlihat pada tabel berikut ini:
No |
Perbedaan
Aspek |
Bank
Islam (Bank Syariah) |
Bank
Konvensional |
1 |
Investasi |
Investasi hanya untuk proyek
dan produk yang halal |
Investasi tidak memperdulikan
atau mempertimbangkan proyek tersebut halal atau haram |
2 |
Return (Imbal Hasil dari
investasi) |
keuntungan dari penggunaan
modal dibagi sesuai dengan akad yang disepakati di awal. Bank syariah akan
tetap memperhatikan kemungkinan untung atau rugi usaha yang dibiayainya
tersebut. Return sesuai dengan keuntungan nasabah |
Bank konvensional menerapkan
sistem bunga tetap atau bunga mengambang pada setiap pinjaman yang diberikan
pada nasabah. Oleh karena itu, bank konvensional menganggap bahwa usaha yang
dijalankan oleh nasabah akan selalu untung |
3 |
Perjanjian / Aqad |
Perjanjian dibuat sesuai
dengan hukum positif yang berlaku dan mengikuti akad yang sesuai dengan
syariat Islam |
Perjanjian hanya menggunakan
hukum positif sebagai dasar perjanjian |
4 |
Orientasi bisnis |
Orientasi bisnis dalam
pembiayaan tidak hanya untuk keuntungan saja, namun juga kepada falah
oriented, yaitu berorientasi pada kesejahteraan masyarakat |
Orientasi pembiayaan adalah
memperoleh keuntungan semata |
5 |
Hubungan Bank dan Nasabah |
Hubungan bank dan nasabah
adalah sebagai mitra |
Hubungan antara bank dan
nasabah adalah sebagai kreditur dan debitur |
6 |
Dewan Pengawas |
Dewan pengawas terdiri dari
BI, Bapepam, Komisaris dan adanya Dewan Pengawas Syariah |
Dewan pengawas terdiri dari
BI, Bapepam, Komisaris |
7 |
Penyelesaian Sengketa |
Penyelesaian sengketa
diupayakan mendahulukan musyawarah antara bank dan nasabah. Jika jalan temu
tidak tercapai maka diselesaikan di Pengadilan Agama |
Penyelesaian sengketa melalui
pengadilan negeri setempat. |
Keterangan
Tabel :
· Investasi
Perbedaan bank syariah dan bank konvensional pada
hukum yang mendasarinya juga menelurkan perbedaan pada setiap sistem yang
digunakan, misalnya dalam hal investasi. Pada bank syariah, seorang akan
diperkenankan meminjam dana apabila jenis usaha yang diajukannnya adalah usaha
yang halal dan baik, seperti pertanian, peternakan, dagang, dan lain sebagainya.
Sementara itu, pada bank konvensional, seseorang boleh mengajukan pinjaman
terhadap usaha-usaha yang diizinkan atas hukum positif. Usaha yang tidak halal
tapi diakui hukum positif di Indonesia akan tetap diterima dalam pengajuan
pinjaman.
· Return (Imbal Hasil dari investasi)
Sistem pembagian keuntungan antara bank
konvensional dan bank syariah juga berbeda. Bank konvensional menerapkan sistem
bunga tetap atau bunga mengambang pada setiap pinjaman yang diberikan pada
nasabah. Oleh karena itu, bank konvensional menganggap bahwa usaha yang
dijalankan oleh nasabah akan selalu untung. Hal ini berbeda dengan sistem
pembagian keuntungn yang diterapkan bank syariah. Pada bank syariah, keuntungan
dari penggunaan modal dibagi sesuai dengan akad yang disepakati di awal. Bank
syariah akan tetap memperhatikan kemungkinan untung atau rugi usaha yang
dibiayainya tersebut. Jika dirasa tidak menguntungkan, bank syariah akan
menolak pengajuan pinjaman yang nasabahnya.
Secara
singkat ada 5 perbedaan antara bunga dengan bagi hasil
Silahkan
perhatikan tabel berikut:
No. |
Bunga |
Bagi Hasil |
1. |
Penentuan bunga dibuat sewaktu
perjanjian tanpa berdasarkan kepada untung/rugi. |
Penentuan bagi hasil dibuat
sewaktu perjanjian dengan berdasarkan kepada untung/rugi. |
2. |
Jumlah persen bunga
berdasarkan jumlah uang (modal) yang ada. |
Jumlah nisbah bagi hasil
berdasarkan jumlah keuntungan yang telah dicapai. |
3. |
Pembayaran bunga tetap seperti
perjanjian tanpa diambil pertimbangan apakah proyek yang dilaksanakan pihak
kedua untung atau rugi. |
Bagi hasil tergantung pada
hasil proyek. Jika proyek tidak mendapat keuntungan atau mengalami kerugian,
maka resikonya ditanggung kedua belah pihak. |
4. |
Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat ganda. |
Jumlah pemberian hasil
keuntungan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan yang didapat. |
5. |
Pengambilan/pembayaran bunga
adalah haram. |
Penerimaan/pembagian
keuntungan adalah halal |
· Perjanjian / Aqad
Perbedaaan pertama Antara bank
syariah dan bank konvensional terletak pada akad (perjanjian) yang
melandasinya. Dalam bank syariah akad (perjanjian) dibuat berdasarkan hukum
islam dan hukum positif , namun pada bank konvensional akad (perjanjian) dibuat
hanya berdasarkan hukum positif
Beberapa ketentuan akad dalam
bank syariah seperti;
1. Adanya rukun: penjual, pembeli,
barang, harga, dan ijab qabul
2. Adanya syarat, seperti: barang
dan jasa harus halal, harga barang dan jasa harus jelas, tempat penyerahan
harus jelas, serta barang yang ditransaksikan harus dalam kepemilikan penjual
· Orientasi bisnis
Orientasi
yang ada pada sistem bank konvensional semata-mata adalah orientasi keuntungan
atau profit oriented. Sementara pada sistem bank syariah, orientasi yang
digunakan selain orientasi keuntungan juga memperhatikan kemakmuran dan
kebahagiaan hidup dunia akhirat atas kerjasamanya.
· Hubungan Bank dan Nasabah
Dari segi sosial, perbedaan antara bank syariah
dan bank konvensional juga terdapat pada hubungan antara bank dengan
nasabahnya. Pada bank syariah diterapkan sistem kemitraan, sementara pada bank
konvensional hubungan nasabah dan bank disebut kreditur dan debitur.
· Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Selain
beberapa perbedaan prinsip operasional di atas, salah satu ciri yang membedakan
antara bank Islam dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan
Pengawas Syariah (DPS) pada Bank Islam. DPS bertugas mengawasi segala aktivitas
bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan kata lain DPS
bertanggung jawab atas produk dan jasa yang ditawarkan kepada masyarakat agar
sesuai dengan prinsip syariah; investasi atau proyek yang ditangani oleh bank
harus juga sesuai dengan prinsip syariah, dan tentu saja bank itu harus
di-manage sesuai dengan prinsip syariah.
Secara
umum anggota pengawas syariah tentulah harus merupakan orang yang memiliki
otoritas di bidang syariah. Mekanisme penentuan anggota Dewan Pengawas Syariah
berbeda pada setiap negara. Pada beberapa negara yang sudah mengatur secara
sentral keberadaan dan operasional bank Islam, seperti Malaysia, Mesir,
Jordania, Kuwait, Pakistan, Indonesia; mekanismenya telah diatur dalam
undang-undang atau peraturan negra. Filosofi dari mekanisme ini adalah untuk
menjaga independensi Dewan Pengawas Syariah.
Di
Indonesia, otoritas masalah keagamaan di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kebingungan di kalangan umat akibat
banyak dan beragamnya DPS. MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi
keislaman di Indonesia menganggap perlu dibentuknya suatu dewan syariah yang
bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan. Pada bulan Juli 1997
dalam acara Lokakarya Reksadana Syariah dihasilkan rekomendasi pembentukan
Dewan Syariah Nasional (DSN). Lembaga ini didirikan pada tahun yang sama dan
merupakan badan otonom MUI yang diketuai secara eks-oficio oleh Ketua MUI.
Sedangkan untuk kegiatan sehari-hari DSN dilaksanakan oleh Badan Pelaksana
Harian DSN. Bagi perusahaan yang akan membuka bank Islam atau lembaga keuangan
syariah lainnya, mereka harus mengajukan rekomendasi anggota DPS kepada DSN.
Saat ini, Dewan Syariah Nasional di Ketuai oleh KH. Ma’ruf Amin, salah satu
Ketua MUI Pusat yang cukup produktif menulis berbagai buku mengenai ekonomi
syariah.
Berdasarkan laporan dari DPS
pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika
lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan.
Jika lembaga yang bersangkutan tidak mengindahkan teguran yang diberikan, DSN
dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas, seperti
Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi.
· Penyelesaian Sengketa
Jika
pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan
nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri,
tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum syariah di Pengadilan Agama.
Lembaga yang mengatur hukum berdasar prinsip syariah di Indonesia dikenal
dengan nama Badan Arrbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara
bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
*sumber :
ekonomi-islam.com